Minggu (22/8/2021) malam kemarin, kita digemparkan dengan adanya fenomena bulan biru atau blue moon. Menurut peneliti di Pusat Sains Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Andi Pangerang mengatakan, fenomena bulan biru kali ini disebut dengan Bulan Biru Musiman atau Seasonal Blue Moon. Meski demikian, fenomena blue moon ini bukan berarti bulan akan terlihat berwarna biru ketika diamati dari bumi.
Bulan Biru adalah bulan purnama ketiga dari salah satu musim astronomis yang di dalamnya terjadi empat kali bulan purnama. “Bulan biru hakikatnya tidak benar-benar (berwarna) biru,” jelas Andi dikutip Kompas.com, Rabu (18/8/2021).
Blue Moon. [Macau Photo Agency/Unsplash] |
Kapan itu terjadi?
Umumnya dalam astronomis (yang ditandai oleh solstis ataupun ekuinoks) dapat terjadi tiga kali bulan purnama. Hal ini dikarenakan durasi musim untuk musim gugur (belahan utara) dan musim dingin (belahan utara) rata-rata 89,5 hari, sedangkan durasi musim untuk musim semi (belahan utara) dan musim panas (belahan utara) rata-rata 93 hari. Sedangkan rata-rata lunasi (satu siklus periode sinodis Bulan mengelilingi Bumi) sebesar 29,53 hari. Sehingga 89,5 : 29,53 = 3,03 atau dibulatkan menjadi 3.
Namun, jika bulan purnama pertama berdekatan dengan awal musim astronomis, maka memungkinkan dalam sebuah musim astronomis terjadi empat kali Bulan Purnama. Bulan purnama ketiga dalam sebuah musim astronomis yang mengalami empat kali Bulan Purnama inilah yang disebut sebagai bulan biru atau blue moon. Dalam kalender Masehi, ada tujuh bulan yang berumur 31 hari dan ada empat bulan yang berumur 30 hari. Nilai ini lebih besar dari rata-rata lunasi yakni 29,53 hari. Bila bulan purnama terjadi di sekitar awal bulan Masehi, maka akan sangat memungkinkan dalam satu bulan di kalender Masehi terjadi dua kali bulan purnama. Bulan Purnama kedua dalam sebuah bulan di kalender Masehi inilah yang disebut juga sebagai Bulan Biru atau blue moon.
Komentar
Posting Komentar